PERLINDUNGAN HUKUM PEMENANG LELANG
I. PENDAHULUAN
Lelang dikenal sebagai suatu perjanjian yang termasuk jual beli baik dalam Civil Law maupun dalam Common Law. Salah satu objek lelang adalah penjualan barang jaminan atau lelang eksekusi barang jaminan baik dari lelang ekesekusi grose akta yang terdapat dalam akta jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia maupun eksekusi putusan pengadilan. Peringatan. Eksekusi grose akta timbul dari perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan dimana debitor dinyatakan dalam keadaan lalai (wanprestasi). Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan disebutkan : “apabila debitor cedera janji, pemegang hak tanggugan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelusanan piutang dari hasil penjualan tersebut.”
Di Indonesia lelang mulai dikenal sejak 1908 dengan diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yaitu dalam Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 No. 189 diubah dengan Stbl. 1940 No. 56). Pengertian lelang menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut Permenkeu Pelaksanaan Lelang), adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. Peralihan hak kepemilikan objek lelang melalui lelang merupakan perbuatan hukum yang sah sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Peraturan Perundang-Undangan.
II. RISALAH LELANG
Kekuatan pembuktian Risalah Lelang bagi pemenang lelang hak tanggungan adalah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sesuai dengan Pasal 1870 KUHPer karena Risalah Lelang termasuk akta otentik sesuai dengan Pasal 1868 KUHPer yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yaitu pejabat lelang dengan jenis akta pejabat (Relaas Akte).
Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang adalah sah jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang. Risalah lelang adalah berita acara yang merupakan dokumen resmi dari jalannya penjualan di muka umum atau lelang yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang dan para pihak (penjualan dan pembelian) sehingga pelaksanaan lelang yang disebut didalamnya mengikat. Klausul Risalah Lelang ditetapkan sepihak oleh Kantor Lelang, yang mempunyai bargaining position yang lebih kuat dan pembeli lelang tidak mempunyai kemungkinan untuk mengubah klausul Risalah Lelang, sehingga Risalah Lelang merupakan perjanjian baku atau standar kontrak. Seluruh klausul Risalah Lelang berasal dari Kantor Lelang.
Berita acara lelang merupakan landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang. Dalam Risalah Lelang tersebut akan disebutkan siapa “pemenang” lelang. Pembeli yang sudah menjadi pemenang lelang tersebut berdasarkan Risalah Lelang dapat memiliki barang yang dimenangkannya tersebut.
III. KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMBELI LELANG
Undang-undang telah menjamin kepastian hukum bagi pembeli lelang yang secara jelas dinyatakan dalam Vendu Reglement, HIR, serta PMK Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 dan PMK Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Vendu Reglement merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok tentang lelang yang telah berlaku sejak 1 April 1908. Secara umum Vendu Reglement hanya mengatur tentang penyelenggaraan lelang, juru lelang atau saat ini disebut sebagai pejabat lelang, bagian-bagian serta isi dari risalah lelang. Dalam Pasal 42 Vendu Reglement, menyatakan bahwa pemenang lelang berhak memperoleh kutipan risalah lelang sebagai akta jual beli obyek lelang. Kutipan risalah lelang mana nantinya akan dipergunakan sebagai akta jual beli untuk kepentingan balik nama obyek lelang apabila yang dilelang adalah benda tidak bergerak.
Pemenang lelang yang sudah memperoleh risalah lelang mempunyai hak untuk mendaftarkan hak tanahnya pada Kantor Pertanahan dalam rangka balik nama dari pemilik lama ke pemilik baru. Dengan kata lain hak milik beralih sepenuhnya kepada pemenang lelang jika setelah pemenang lelang telah memenuhi seluruh syarat lelang, terutama pelunasan pembayaran harga, yang dibuktikan dengan “tanda pelunasan”, dan atas pemenuhan syarat-syarat lelang, Pejabat lelang menerbitkan Risalah Lelang yang diberikan kepada pembeli oleh juru lelang.
Secara hukum pemenang lelang telah mempunyai kepastian hukum atas barang lelang yang dibelinya, apabila terdapat gugatan oleh pihak ketiga ke Pengadilan Negeri atas barang tersebut, sebenarnya tidak mempengaruhi keabsahan kepemilikan barang tersebut karena hal ini didasari suatu pertimbangan bahwa dengan dijualnya barang melalui lelang berarti bahwa Kantor Lelang selaku penerima kuasa telah menjamin bahwa barang yang dilelang adalah telah jelas diketahui pemiliknya serta dan telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran lelang sebab sebelum permohonan lelang dikabulkan oleh pejabat lelang, pejabat lelang wajib memverifikasi dokumen- dokumen yang diajukan oleh penjual/ pemilik obyek lelang. Selain jaminan kepastian hukum yang diberikan kepada pemenang lelang dalam ketentuan sebagaimana tersebut diatas adapun ketentuan dalam PMK Nomor 93/PMK.06/2010 yaitu Pasal 3, yang menyatakan bahwa : “Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.”
IV. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG
Adanya keberatan debitor/pihak ketiga terhadap hasil lelang dengan mengajukan gugatan kepengadilan untuk membatalkan hasil lelang sehingga apabila pengadilan telah memberikan putusan yang telah mempuyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan lelang yang diadakan tersebut tidak sah dan batal demi hukum serta risalah lelang tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Implikasi dari putusan lelang dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum artinya bahwa hak pembeli lelang atas objek lelang akan menjadi berakhir. Masalah-masalah yang timbul dari penjualan secara lelang ini menyebabkan timbulnya ketidakpastian secara hukum dimana pihak pembeli lelang yang beritikad baik mempercayakan mekanisme pembelian barang melalui sarana lelang yang dianggap aman.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap persoalan perlindungan hukum terhadap pembeli/pemenang lelang. Hukum telah memberikan perlindungan hokum bagi pembeli/pemenang lelang, hal ini dapat dirujuk pada Putusan pengadilan yang telah dijadikan yurisprudensi yang memberikan perlindungan hukum kepada pemberi lelang yaitu :
1. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 323/K/Sip/1968 yang menyatakan bahwa suatu lelang yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku serta dimenangkan oleh pembeli lelang yang beritikad baik, maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan dan kepada pembeli lelang yang beritikad baik tersebut wajib diberikan perlindungan hukum.
2. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 821/K/Sip/1974 menyatakan bahwa pembelian dimuka umum melalui kantor lelang adalah pembeli yang beritikad baik, harus dilindungi oleh Undang-Undang.
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 3201 K/Pdt/1991 menyatakan bahwa pembeli yang beritikad baik harus dilindungi. Jual beli yang dilakukan dengan hanya berpura-pura saja hanya mengikat terhadap yang membuat perjanjian, dan tidak mengikat sama sekali kepada pihak ketiga yang membeli dengan itikad baik. Pembeli yang beritikad baik dilindungi oleh hukum.
4. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 314 K/TUN/1996, Tgl 29 Juli 1998, Menyatakan : “Pembeli lelang tanah eksekusi pengadilan yang dilaksanakan oleh kantor lelang negara harus mendapat perlindungan hukum, karena itu penguasaan sertifikat atas tanah oleh Pemerintah Daerah adalah tidak sah dan sertifikat hak miliknya harus dinyatakan batal demi hukum;
5. putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4039K/Pdt/2001 yang dalam pertimbangannya menyebutkan sebagai berikut :
• bahwa hak tanggungan atas obyek sengketa ini telah dilakukan pelelangan sesuai dengan prosedur yang ada, walaupun kemudian dapat dibuktikan dengan putusan pidana bahwa pihak yang menjaminkan (Tergugat I) tidak berhak untuk menjaminkan obyek sengketa tersebut;
• bahwa oleh karena pelelangan terjadi sebelum adanya putusan perkara pidana, maka pelelangan atas obyek sengketa adalah sah dan dengan demikian pembeli lelang harus dilindungi ;
• bahwa oleh karena pelelangan atas obyek sengketa adalah sah, maka yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh para Penggugat adalah Tergugat I. Sedangkan Turut Tergugat I dan II harus dilepaskan dari tanggungjawab atas tuntutan Penggugat tersebut ;
6. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 1068 K/Pdt/2008, Tertanggal 21 Januari 2009 : tersebut diputuskan oleh Hakim Agung, dengan kesimpulan bahwa:
• Pembatalan suatu lelang yang telah dilakukan berdasarkan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dibatalkan;
• Pembeli lelang terhadap obyek sengketa berdasarkan Berita Acara Lelang dan Risalah Lelang yang didasarkan atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah pembeli lelang yang beritikad baik dan oleh karena itu harus dilindungi;
• Apabila dikemudian hari ada putusan yang bertentangan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menyatakan putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut tidak mengikat, maka putusan itu tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk membatalkan lelang, yang dapat dilakukan adalah menuntut ganti rugi atas obyek sengketa dari Pemohon lelang.
Ganti kerugian terhadap lelang yang dibatalkan oleh pengadilan tidak diatur dalam peraturan lelang, sehingga dapat dilihat ke peraturan yang lebih umum yaitu KUHPerdata. Dalam peraturan lelang hanya disebutkan tentang kewajiban penjual. Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/06/ 2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang dinyatakan bahwa Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap: keabsahan kepemilikan barang, keabsahan dokumen persyaratan lelang, penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; dan dokumen kepemilikan kepada Pembeli. Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang. Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat diartikan bahwa penjual/pemilik barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul apabila tidak terpenuhinya peraturan perundang-undangan dalam lelang, dalam hal ini apabila lelang dinyatakan tidah sah dan batal oleh pengadilan maka penjual/pemilik barang mengembalikan harga lelang yang telah dibayarkan oleh pembeli lelang beserta dengan ganti kerugian yang timbul dalam proses pelelangan itu.
Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan bahwa tiap perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian tersebut karena kesalahannya untuk mengganti. Undang-undang menjamin perlindungan pembeli yang telah dirugikan dalam jual beli adalah pembeli dapat menuntut ganti rugi didepan pengadilan.
Demikian semoga bermanfaat
Konsultasi dan tanya jawab dapat melalui WA ke 087885850050
Kontak
Jakarta
One Pacific Place, 15th Floor. Jl. Jend. Sudirman No.Kav. 52-53, RT.5/RW.3, Senayan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan. Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190
+6287885850050
rozy.fahmi@rfalaw.id
Depok
Jalan Proklamasi No 46, Mekarjaya, Sukmajaya. Depok, Jawa Barat