Artikel

Kaidah Hukum Jual Beli Tanah Terang Tunai Beralih Seketika

Kaidah Hukum Jual Beli Tanah Terang Tunai Beralih Seketika

Disarikan oleh: Rozy Fahmi, SH., MH

Jual beli tanah dalam hukum Tanah Nasional melandaskan pada Hukum Adat dan asas yang digunakan adalah “terang dan tunai”. Syarat terang berarti bahwa perjanjian jual beli tersebut harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan disaksikan oleh dua orang saksi. Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu pemindahan hak dari si penjual kepada si pembeli dan pembayaran harga baik sebagian maupun seluruhnya dari pembeli kepada penjual. Dalam hal pembeli baru membayar sebagian dan tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang. Belum lunasnya pembayaran harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak menghalangi pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan jual beli tetap dianggap telah selesai. Adapun sisa uang yang harus di bayar oleh pembeli kepada penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual, jadi hubungan ini merupakan hubungan utang-piutang antara penjual dengan pembeli. Meskipun pembeli masih menanggung utang kepada penjual berkenaan dengan jual belinya tanah penjual, namun hak atas tanah tetap telah berpindah dari penjual kepada pembeli saat terselesainya jual beli. Berdasarkan putusan MARI No 674 K/Pdt/1989 tanggal 8 Desember 1990 meyatakan bahwa menurut jiwa UUPA No 5 tahun 1960 serta yurisprudensi tetap MARI telah ditentukan bahwa transaksi jual beli tanah adalah bersifat konstante handeling atau perbuatan tunai atau simultanous transfer, yang sejiwa dengan asas (ketentuan) transaksi jual tanah dalam hukum adat, artinya sejak saat terjadinya persetujuan tentang objek dan harga tanah, maka transaksi jual tanah telah terjadi dengan sah dan hak atas tanah langsung serentak berpindah dari kepemilikan penjual kepada pembeli. Ketentuan menurut hukum eropa yang menggariskan adanya obligatoir overeenkomst dan zakelijk overeenkomst yang terdiri dari juridische levering dan faitelijke levering adalah tidak dikenal dalam UUPA. Jadi pada saat pembayaran ganti rugi oleh perusahaan kepada pemilik tanah maka beralihlah kepemilikan tanah aquo, sedangkan mengenai surat tanah harusnya sudah diserahkan pada saat itu dan apabila belum diserahkan atau tidak ikut diserahkan berarti termasuk pada penjual yang beritikad tidak baik (bisa masuk penggelapan pasal 372 KUHP) dan pembeli yang beritikad baik harus dilindungi menurut hukum. ( Ali Budiarto, SH, Kompilasi abstrak putusan MARI tentang hukum tanah hlm 140, Penerbit IKAHI tahun 2000).

Kontak

One Pacific Place, 15th Floor.
Jl. Jend. Sudirman No.Kav. 52-53, RT.5/RW.3, Senayan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190
+6287885850050
rozy.fahmi@rfalaw.id

Jalan Proklamasi No 46, Mekarjaya, Sukmajaya.
Depok, Jawa Barat

@copyright 2021 - rfalaw.id