Sejarah Singkat
Catatan Sipil (Burgelijke Stand) artinya catatan mengenai peristiwa perdata yang dialami oleh seseorang atau untuk memastikan status perdata seseorang. Lembaga Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan, serta pembuktian yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya, juga memberi kepastian hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan, perkawinan, dan kematian.
Pada awalnya, terdapat hambatan dalam praktik penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia, karena adanya pembagian golongan penduduk sebagaimana diatur dalam Pasal 131 jo Pasal 163 I.S. Tetapi kemudian dengan Instruksi Presidium Kabinet Ampera tanggal 27 Desember 1966, No. 31/U/IN/12/1966 dinyatakan bahwa dalam pencatatan sipil tidak lagi dikenal adanya golongan-golongan penduduk, dan kantor catatan sipil dinyatakan terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia.
Lembaga ini sebenarnya bukan lembaga asli bangsa Indonesia, tetapi berasal dari negeri Belanda. Negeri Belanda sendiri mengambil dari Prancis yang terdapat dalam Code Civil Prancis. Lembaga Catatan Sipil baru lahir pada masa Revolusi Prancis, sedangkan sebelumnya hanyalah pencatatan dalam register register yang dilakukan oleh Gereja. Berhubung catatan yang ditulis oleh Gereja ternyata tidak lengkap, bahkan ada yang hilang pada tahun 1792 dibentuk undang-undang yang isinya antara lain menugaskan Pemerintah Kota untuk mendaftarkan peristiwa kelahiran, perkawinan, dan kematian warga kota, serta melarang badan (orang) lain melakukan tugas pendaftaran tersebut.
Perkembangan lembaga ini setelah keluarnya Instruksi Presidium Kabinet Ampera adalah dengan berlakunya Undang Undang Perkawinan Nomor 1/1974 jo Peraturan Pelaksanaan, (PP No. 9/1975 (Pasal 2)).
Pasal 2 PP Nomor 9/1975
Ada 5 (lima) akta catatan sipil, yaitu:
Apa kegunaan akta-akta catatan sipil ini?
Akta catatan sipil dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang kuat atas peristiwa (kejadian) sebagaimana tersebut dalam akta itu sendiri, atau dengan kata lain untuk memperoleh kepastian hukum tentang status keperdataan seseorang yang mengalami peristiwa hukum itu dan membantu/memperlancar aktivitas pemerintah di bidang kependudukan.
Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Adminduk, undang-undang ini mengenal pencatatan akta catatan sipil sebagai berikut:
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Adminduk, berbunyi:
Pasal 68 UU Adminduk, berbunyi:
Dengan demikian ada 6 (enam) kutipan akta Pencatatan Sipil (Pasal 68 ayat (1)), sedangkan pencatatan lainnya berupa surat keterangan (Pasal 33, 39, dan Pasal 43) dan ada yang dicatat sebagai catatan pinggir pada kutipan akta yang bersangkutan (Pasal 47, 50, 52, dan Pasal 53).
Referensi:
Dikutip dari buku Djaja S. Meliala, SH., MH., Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum Keluarga, Edisi 6, Bandung, Nuansa Aulia, 2019, hal 26 – 29.