Disarikan oleh: Rozy Fahmi
Keyword: perlindungan hukum, sewa menyewa, perjanjian sewa, perbuatan melawan hukum
Tanah dan/atau bangunan (rumah, toko, gudang dsb) sebagai tempat usaha menjadi salah satu faktor penting dalam menjalankan usaha bisnis. Tempat usaha tersebut dapat saja milik sendiri, atau digunakan dengan cara menyewa dari pemiliknya dengan harga sewa sekian dan dalam jangka waktu sekian bulan atau tahun.
Sewa menyewa sendiri menurut hukum adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak (Pasal 1548 KUHperdata).
Dalam artikel ini, yang dibahas adalah tentang akibat hukum terhadap perjanjian sewa menyewa apabila pemilik sewa mengalihkan asetnya/obyek sewa berupa tanah/bangunan kepada pihak lain.
Terdapat beberapa kasus, pemilik tanah/bangunan menjadikan asetnya yang sedang disewa tersebut sebagai agunan kredit, kemudian pemilik tanah/bangunan tersebut wanprestasi dalam mengembalikan kreditnya sehingga asetnya tersebut dilelang untuk membayar hutangnya. Bila hal tersebut terjadi, bagaimana status hukum perjanjian sewa menyewa si penyewa dengan si pemilik tanah/bangunan tersebut? Apakah pemilik baru tanah/bangunan tersebut bisa begitu saja memerintahkan si penyewa untuk mengosongkan tanah/bangunan yang masih dalam jangka waktu perjanjian sewa menyewa?
Ada putusan Mahkamah Agung yang dapat dijadikan yurisprudensi, bahwa penyewa yang beritikad baik seharusnya dilindungi hukum dan perjanjian sewa menyewa tersebut tetap berlaku sampai jangka waktu yang telah diperjanjikan walau obyek sewa tersebut telah beralih kepemilikan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3134 K/PDT/2010 tanggal 26 Juli 2011.
Duduk perkara dalam Putusan tersebut adalah pada awalnya Penggugat adalah penyewa tempat usaha milik Tergugat I, yang terletak di Jalan Akasia II I Kavling 4E No.18 -19, Komplek Duta Silicon, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Sesuai dengan Perjanjian Penyewaan Tempat Usaha tertanggal 20 Mei 1997 yang ditandatangani oleh Penggugat (selaku Penyewa) dan Tergugat I (selaku Yang Menyewakan), yang bertindak mewakili PT Majubhakti Kemasindo (sekarang PT. Majubhakti Prasindo).
Dalam perjanjian tersebut, telah terjadi kesepakatan Sewa Tempat Usaha untuk jangka waktu 20 (dua puluh tahun) yaitu dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2017, dengan harga sewa I kontrak sebesar sekian USD.
Selama menyewa tempat usaha tersebut, sejak tahun 1997 sampai dengan gugatan tersebut diajukan, Penggugat tidak mendapatkan gangguan dari pihak manapun juga, namun secara tiba-tiba, pada awal Januari 2008 Penggugat menerima surat dari Tergugat I, yang meminta agar Penggugat segera mengosongkan tempat usaha dimaksud, yang terletak di Jalan Akasia II/ Kavling 4E No.18-19, Komplek Duta Silicon, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, walaupun Jangka waktu Perjanjian Penyewaan tersebut belum habis ;
Berdasarkan surat yang dikirim Tergugat I tersebut, Penggugat baru mengetahui bahwa permintaan Tergugat I agar Penggugat mengosongkan tempat usaha tersebut terkait dengan hutang Tergugat I kepada Tergugat II yang telah diputuskan dengan Putusan Kasasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2103/ K / Pdt. / 2004 yang telah diputus pada tanggal 6 Desember 2006.
Bahwa berdasarkan hukum, Perjanjian Penyewaan Tempat Usaha yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat I, telah memenuhi pasal 1548 KUH Perdata, yang memuat hak mutlak Penyewa untuk menguasai dan mengusahakan tempat usaha yang telah disewanya tersebut.
Mengenai keterkaitan hutang piutang antara Tergugat I dengan Tergugat II bukan alasan untuk menghilangkan hak dari Penggugat selaku penyewa tempat tersebut dan yang berhak memakai tempat tersebut sampai dengan haknya tidak ada lagi (sesuai dengan perjanjian sewa dimaksud).
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, Penggugat berkeberatan dengan permintaan Tergugat I untuk mengosongkan tempat usaha tersebut mengingat pada saat ini usaha dari Penggugat di tempat usaha tersebut sedang maju – majunya, sehingga Penggugat tidak dapat menanggung segala kerugian yang akan timbul sebagai resiko bila Penggugat harus pindah tempat usaha.
Pada saat Tergugat I memberikan surat kepada Penggugat untuk mengosongkan tempat usaha yang telah disewakan kepada Penggugat, yang terletak di Jalan Akasia II / Kavling 4E No.18-19, Komplek Duta Silicon, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, dengan alasan bahwa tempat usaha tersebut akan disita untuk Tergugat II berdasarkan Putusan Mahkamah Agung, maka pada saat itulah jelas telah terjadi Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh pihak Tergugat I dan Tergugat II.
Bahwa dalam hal ini jelas Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena tanpa sepengetahuan Penggugat, Tergugat I menjaminkan tempat usaha tersebut kepada Tergugat II untuk meminjam sejumlah uang, sehingga Penggugat meminta adanya penyelesaian antara Penggugat dengan Tergugat I perihal sewa menyewa tempat usaha tersebut, terkait juga dengan biaya – biaya yang telah dikeluarkan Penggugat, hal ini sesuai dengan Pasal 1139 point 2 KUHPerdata tentang hak – hak istimewa yang mengenai benda – benda tertentu.
Dalam Yurisprudensi MARl No. 188 K/Pdt/1985 tertanggal 31 Mei 1986 tertuliskan “Penggugat asal tidak dapat menuntut begitu saja pengosongan rumah sengketa, akan tetapi harus terlebih dahulu melalui pemutusan hubungan sewa menyewa…“, oleh karena itu jelas perbuatan Tergugat I yang memerintahkan pengosongan tempat usaha tersebut adalah suatu perbuatan melawan hukum.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan pada tingkat pertama (PN Jakarta Barat) menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard), kemudian Penggugat melakukan upaya hukum banding dan dalam putusan banding, Pengadilan Tinggi menguatkan putusan PN Jakarta Barat. Atas putusan banding tersebut, Penggugat melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Lalu bagaimana putusan Mahkamah Agung terkait perkara diatas?
Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Penggugat sebagian. Menurut Mahkamah Agung, Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
MENGADILI SENDIRI:
DALAM KONVENSI
DALAM POKOK PERKARA
Menghukum para Termohon Kasasi / para Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Dari putusan tersebut diatas, dapat diambil kaedah hukum: