Artikel

Hak Istri yang Ditalak/Cerai oleh Suami

Hak Istri yang Ditalak/Cerai oleh Suami
(Hukum Perceraian Islam di Indonesia)
Dalam perjalanan berumah tangga, merupakan harapan semua pasangan suami istri agar ikat lahir batin itu berlangsung kekal seumur hidup. Akan tetapi, seringkali harapan dan kenyataan tidak seiring berjalan. Berbagai masalah yang timbul dalam mengarungi bahtera rumah tangga membuat ikatan lahir batin tersebut menjadi renggang dan pada akhirnya putus.
Menjalani bahtera rumah tangga yang tidak ada lagi ikatan lahir batin antara suami dan istri hanya akan menyakiti pasangan tersebut dan pada akhinya perceraian menjadi jalan keluar. Dalam banyak kasus perceraian yang dilakukan suami (permohonan talak), sang istri banyak yang sedih dan pasrah menerima nasib, hal tersebut dikarenakan kurang tahunya istri tentang hak-haknya yang diatur dalam hukum Islam khususnya bab mengenai cerai/talak.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, apabila sang suami mengajukan gugat cerai talak, istri dapat menggugat balik (gugatan rekonvensi) atas Nafkah Madhiliyah (hutang nafkah yang tidak diberikan), Nafkah Mut'ah, Nafkah Iddah, Nafkah Anak, dan Harta Gono Gini.
Nafkah Madhiliyah adalah nafkah selama perkawinan yang selama ini tidak atau belum diberikan oleh suami kepada istrinya. Lalu dalam proses perceraian di pengadilan, pihak istri mengajukan atau menuntut pihak suami untuk melunasi atau membayarkan nafkah yang selama ini dilalaikannya tersebut.
Nafkah Mut’ah ialah suatu pemberian suami kepada istrinya sebagai ganti rugi atau penghibur karena telah diceraikan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mut’ah ialah sesuatu (uang, barang dsb) yang diberikan suami kepada istri yang telah diceraikannya sebagai bekal hidup (penghibur hati) bekas istrinya.
Nafkah iddah merupakan nafkah yang wajib untuk diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri jika perceraian terjadi karena talak, yaitu permohonan cerai yang diajukan suami ke Pengadilan Agama. Dalam perkara permohonan cerai talak salah satu yang diputus oleh majelis hakim yaitu adanya pemberian nafkah dari mantan suami kepada mantan istri selama masa iddah. Lama masa iddahnya seorang wanita yang ditalak oleh suaminya yaitu 3 bulan 10 hari. Seorang suami yang telah menceraikan istrinya wajib memberikan nafkah iddah dan mut’ah, hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 149 dan Pasal 158.
Nafkah anak menjadi salah satu yang wajib untuk diberikan oleh mantan suami kepada istrinya dengan catatan, si istri sebagai pemegang hadhanah atau hak asuh atas anak mereka. Sebagaimana sudah diketahui bersama, ayah mempunyai kewajiban menafkahi anaknya, walau si ayah sudah tidak menjadi suami dari ibu si anak. Kewajiban adanya nafkah dari ayah kepada anaknya yang belum mencapai usia 21 tahun.
Semua gugatan nafkah tersebut diatas wajib dipenuhi mantan suami kepada mantan istrinya apabila gugatan balik sang mantan istri dikabulkan Hakim.
Demikian, semoga bermanfaat.
Konsultasi permasalahan perceraian yang sedang dihadapi, dapat disampaikan melalui WA/SMS ke 087885850050

Have your say

Kontak

One Pacific Place, 15th Floor.
Jl. Jend. Sudirman No.Kav. 52-53, RT.5/RW.3, Senayan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190
+6287885850050
rozy.fahmi@rfalaw.id

Jalan Proklamasi No 46, Mekarjaya, Sukmajaya.
Depok, Jawa Barat

@copyright 2021 - rfalaw.id